SANDIWARA KOALISI BESAR PRO JOKOWI
Oleh : Sholihin MS
Di akhir
pemerintahannya, Jokowi mencoba membangun sebuah kekuatan yang kiranya bisa meneruskan
program-programnya, minimal yang bisa menyelamatkan "dosa-dosa"
politiknya dan keluarganya selama menjabat sebagai Presiden.
Tidak bisa
ditutup-tutupi, terlalu banyak dosa dan kejahatan Jokowi selama menjadi
Presiden, membuat hatinya tidak pernah tenang, selalu diliputi ketakutan dan
kegelisahan. Sehingga bagi seorang Presiden yang mau lengser harusnya bersikap
sebagai negarawan, netral, tidak ikut-ikutan terlibat dalam urusan
copras-capres, apalagi meng- endorse capres tertentu, tetapj ini malah ikut
melibatkan diri secara langsung dalam penentuan paslon-paslon yang akan
diajukan.
Ada beberapa indikator
bagaimana ketakutan Jokowi menghadap masa depan yang dianggap sangat
menakutkan. Jokowi tentunya tidak mau kasus mantan Presiden Amerika Serikat,
Donald Trump yang dimasukkan ke penjara akan menimpa dirinya.
Ini manuver Jokowi
sebagai wujud rasa takutnya menghadapi masa depan yang menakutkan :
Pertama,
Upaya untuk terus mencari celah
Penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan
Jokowi dengan
melibatkan pihak istana terus bergerilya membangun dukungan dari Musra yang dimotori oleh Luhut, Bahlil,
Bamsoet, dan La Nyalla untuk Tunda Pemilu atau perpanjangan masa jabatan 3
periode, sebelum akhir ditenggelamkan oleh rakyat.
Kedua,
Skenario yang maju nyapres hanya dua
paslon supaya mudah dibuat kecurangan oleh KPU atas orderan oligarki taipan
Jika hanya dua calon,
perolehan suara bisa diputar balik, seperti yang terjadi di tahun 2019 : yang
menag jadi kalah, yang kalah jadi menang. Tapi dengan majunya 3 calon utak-atik
data semakin sulit.
Tapi sepertinya
skenario ini juga gagal
Ketiga,
Skenario agar semua calon terjadi "all Jokowi's man
Dari awal Jokowi sangat
tidak suka dengan majunya Anies, karena Anies akan menggagalkan semua mimpi
Jokowi. Maka Anies harus dijegal untuk tidak maju. Berbagai upaya yang
dilakukan Jokowi terhadap KPK, KPU, dan "pembegalan" Partai Demokrat
oleh "sang pembegal' Moeldoko. Tapi sepertinya langkah ini juga akan
berantakan karena Anies akan lolos untuk nyapres.
Keempat,
Kasus KM50 jika Jokowi lengser hampir
dipastikan akan diungkit lagi.
Selama Jokowi berkuasa
tidak mungkin kasus KM50 bisa diselesaikan secara tuntas, karena akan melibatkan
banyak petinggi Polri dan TNI, mungkin juga termasuk Jokowi sendiri yang didiga
ikut terlibat.
Kelima,
Kasus tragedi 21-22 Mei 2019 yang
menewaskan 9 orang tidak bersalah dalam kaitannya dengan Pemilu 2019. Demikian
kasus tewasnya 894 petugas KPPS yang meninggal misterius diduga melibatkan Tito
Karnavian dan Jokowi akan diusut lagi.
Keenam,
Kasus korupsi putra Jokowi, Gibran dan
Kaesang yang telah dilaporkan Ubaidillah Badrun ke KPK yang tidak
ditindaklanjuti akan diusut lagi.
Ketujuh,
Kasus mega skandal sebesar 349 triliun
di Kemenkeu diduga melibatkan keluarga Jokowi akan terus diusut.
Kedelapan,
Penerbitan Perppu tentang Hari Lahir
Pancasila dan UU Cipta Kerja diduga
karena pesanan dari pihak tertentu akan ditinjau ulang.
Kesembilan,
Kasus ijazah Palsu
pasti akan terus dipermasalahkan
Kesepuluh,
Kasus kriminalisasi para 'ulama termasuk
para ulama yang terbunuh akan terus diusut
Rasa takut Jokowi yang
berlebihan terhadap pencapresan Anies karena Anies adalah orang yang tidak bisa
diajak kompromi dan berkhianat, menjadikan ketakutan Jokowi sehingga membuat
langkah-langkah politiknya blunder, irasional, manipulatif, melawan hukum, dan
menghalalkan segala cara.
Upaya menggagalkan
pencapresan Anies dimulai ketika istana membujuk Nasdem untuk tidak bergabung
dengan koalisi perubahan mendukung Anies, tapi gagal. Lalu membujuk PKS untuk
keluar dari koalisi dengan iming-iming jabatan menteri dan uang, tapi gagal.
Lalu menyewa buzzer rp dan lembaga
survey pelacur untuk menampilkan keunggulan Ganjar, yang akan diajukan untuk
membujuk PDIP, ini pun gagal. Bahkan Ganjar malah berani "melawan"
Jokowi dengan menolak Tim Israel. Harapan untuk mencapreskan Ganjar pupus
sudah. Otomatis nama Erick Tohir juga lenyap.
Dalam keadaan panik dan
skeptis, Jokowi "terpaksa" mengalihkan gantungannya kepada Prabowo
yang dianggap bisa menyelamatkan dosa-dosa politik Jokowi. Tapi Jokowi belum
begitu percaya dengan Prabowo. Selain Prabowo bukan tipe orang yang mydah
"manut", elektabilitas Prabowo juga secara real rendah. Dalam situasi
galau ini, Prabowo coba menempel terus Jokowi untuk membuat Jokowi bisa lebih
nyaman dan percaya pada dirinya.
Dalam keadaan yang
masih bimbang itu, Jokowi berinisiatif membuat langkah baru, yaitu membentuk koalisi besar partai-partai
koalisi Pemerintah. Karena Jokowi mengendus akan adanya "pembelotan"
dari koalisi KIB untuk mendukung Anies.
Terbentuknya koalisi
besar seolah bisa memastikan kemenangan melawan Anies. Padahal, gerbong-gerbong
partai koalisi Pemerintah (Golkar, PAN, P3, Gerindra, dan PKB) sudah
ditinggalkan penumpangnya. Secara persyaratan ambang batas tentu saja sangat
melebihi dari 20%, tapi secara jumlah dukungan mungkin kalau semua partai
koalisi digabung tinggal 15% saja, karena yang
85 % -nya sudah mendukung Anies.
Sadar akan realita ini,
berapa pun besarnya partai koalisi pro Jokowi, dipastikan akan kalah melawan
Anies. Sedangkan untuk melakukan kecurangan jika paslonnya 3 dan selisih suara
terlalu jauh bedanya, sulit dilakukan kecurangan. Satu-satunya cara untuk bisa
memenangkan paslon dukungan Jokowi adalah Anies jangan nyapres.
Itulah sebabnya kenapa
Jokowi mengambil langkah bodoh dan memalukan, dengan menyuruh Ketua KPK, Firli
Bahuri untuk tetap mentersangkakan Anies dan si "kurawa" Moeldoko
untuk membegal Partai Demokrat. Langkah kedua manusia durjana ini sangat bodoh,
memalukan dan biadab.
Semoga kemenangan
berpihak kepada kejujuran dan kebenaran.
Bandung, 17 Ramadhan
1444
Analisis cerdas
BalasHapus