Penjahat Berkedok Pejabat
Disampaikan Oleh : Yusuf Blegur (Ketua Umum BroNies)
Mengutuk
realitas Indonesia ditengah negara dan bangsanya yang masif mengenyam
sekulerisasi dan liberalisasi. Tak ada bedanya dengan beragama tanpa berTuhan,
atau menjadi orang Islam tanpa ketaatan pada Allah yang Akbar. Wajar saja
Indonesia jauh dari menjadi negara kesejahteraan, atau tak kunjung merasakan
kemakmuran dan keadilan sosial. NKRI semakin dalam menuju kehancuran, terutama
saat negara dikuasai penjahat berkedok pejabat.
Kenapa
Indonesia sejak merdeka hingga saat ini tak pernah lepas dari tragedi dan
musibah?. Pertumpahan darah dan kehilangan nyawa akibat konflik justru terjadi
pada sesama anak bangsa. Nekolim begitu lihai menguras kekayaan negara sambil
mengadu-domba rakyat. Pencurian dan perampokan besar-besaran telanjang
dipertontonkan di depan mata rakyat. Pemimpin-pemimpin pemerintahan dan partai
politik bersekutu dengan pemilik modal besar baik asing maupun aseng. Mereka
mewujud rezim dan dikenal publik sebagai oligarki. Sementara peran ulama dan
habaib serta para intelektual terus tertekan tak banyak pilihan. Rakus
berlimpah materi dan manut pada kekuasaan atau di penjara dan wafat karena
melawan kedzoliman dan penindasan. Rakyat bingung dan kalap menghadapi situasi
negara yang tak menentu, harus bertahan untuk hidup miskin karena jujur, atau
makmur ikut menjadi pelacur.
Ironi
NKRI sudah tampak saat proklamasi kemerdekaan belum lama dikumandangkan. Mulai
dari perdebatan bentuk negara, gejolak pemberontakan sipil dan militer, hingga
posisioning dalam pergaulan internasional, menjadi warna betapa dominannya
pembangunan politik ketimbang ekonomi. Sumber daya alam dieksploitasi
membabi-buta untuk kepentingan bangsa lain, seiring itu kemiskinan semakin
marak dan terus mewabah di dalam negeri. Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI menjadi
senjata ampuh guna melanggengkan kejayaan Kapitalisme dan komunisme global.
Slogan dan jargon saya cinta Indonesia, saya Pancasila dan NKRI harga mati,
menjadi selimut yang menutupi kematian Pancasila, UUD 1945 dan NKRI itu
sendiri. Falsafah Pancasila dan gotong-royong berbusa-busa di ucapkan, namun
tindakannya kapitalis dan komunis. Rakyat kebanyakan sengsara dan mengalami
penderitaan hebat sepanjang berdirinya negara, sementara segelintir orang
menjadi hedon dan sejahtera karena menjadi penyelenggara negara.
Kepalsuan
terlalu kuat menyelimuti kehidupan bernegara dan berbangsa. Indonesia yang
kental dengan religi kini mulai menggilai materi. Para pemimpin tak lagi
memiliki rasa malu dan harga diri.
Sementara rakyatnya juga egois dan mau menang sendiri. Saling bermusuhan dan
diselimuti konflik sesama, sementara uang dan fasilitas rakyat terus dinikmati
hanya oleh segelintir elit kekuasaan lokal dan kepentingan global. Mungkin para
pendiri bangsa dan pahlawan harus menderita dan mati kedua kali melihat negara
yang dibangun dengan susah payah harus hancur dan berantakan oleh ulah generasi
penerusnya. Pengorbanan tanpa batas hingga mampu meraih kemerdekaan Indonesia,
hanya menghasilkan negeri yang terjajah kembali oleh neo kolonialisme dan
imperialisme modern. Selain oleh konspirasi internasional, Indonesia yang
sejatinya negara kaya dan makmur harus terkubur dalam kemiskinan dan
penderitaan berkepanjangan. Salah urus dan penyimpangan tata-kelola terus
berlanjut dari rezim ke rezim. Menanggalkan Islam sebagai "the way of
life" dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, republik mendulang
kemudharatan dan kebiadaban karena mengusung sekulerisme. Pemimpin tanpa moral
dan tak layak mengemban amanah rakyat, justru menjadi kebanggaan dan panutan.
Sampai kapan berakhir saat negara dilanda wabah penjahat berkedok pejabat?.
Dari pinggiran catatan labirin kritis
dan relung kesadaran perlawanan.
Bekasi Kota Patriot.
15
Maret 2023/24 Syaban 1444 H.
Komentar
Posting Komentar