RAMBUT PUTIH DAN KULIT KERUT
Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan kebangsaan)
Ada-ada
saja Pak Jokowi ini meminta untuk memilih Presiden yang kulitnya berkerut dan
berambut putih karena itu ciri orang yang memikirkan rakyat. Kontan netizen
berkomentar bahwa ternyata Pak Jokowi tidak berambut putih jadi tidak pernah
memikirkan rakyat he hee.
Semua
tahu arah dukungannya kepada Ganjar Pranowo yang berambut putih. Meski tidak
berkerut kulitnya. Naifnya Jokowi mewanti-wanti berhati hati memilih orang yang
berwajah bersih. Entah Anies yang dimaksud atau patung lilin he hee.
Sinyal
pendekatan seperti yang diungkap Pak Jokowi sebenarnya keliru, bias bahkan
mengerikan. Mengukur kapasitas dengan rambut dan kerut. Monyet juga ada yang
berbulu putih dan kulit berkerut. Kasihan kalau ada Capres yang diserupakan
dengan monyet berbulu putih. Apakah itu Hanoman atau Monkey King.
Socrates
filsof Yunani pernah mendefinisikan "manusia" sebagai "hewan
berkaki dua dan tidak berbulu". Mendengar itu Diogenes esoknya membawa
seekor ayam yang telah dicabuti bulunya, lalu melempar ke hadapan murid-murid
Socrates sambil berujar "Inilah
manusia menurut Socrates !".
Bagaimana
bisa menghukumkan rambut putih dan wajah keriput identik dengan memikirkan
rakyat ? Orang yang memikirkan dirinya
sendiri dengan keras juga bisa berambut putih dan kening berkerut. Orang yang
takut kehilangan kursi dan stress juga
bisa mengalami hal serupa.
Rambut
putih dan wajah keriput adalah efek dari penuaan usia. Peringatan bahwa sudah
saatnya ia harus banyak merenung dan bertaubat atas dosa-dosa yang
dilakukannya.
Acara
relawan Jokowi di GBK 26 Nopember 2022 agak aneh. Masalahnya Jokowi adalah
Presiden, maka semestinya pola dukungan adalah seluruh rakyat Indonesia, bukan
relawan. Itu cerita lama. Kemunduran ini membuktikan terjadinya pemerosotan demokrasi.
Penggalangan dengan pola pengarahan atau penggiringan bukan partisipasi.
Dikaitkan
dengan teori siklus Polybios, maka bentuk pemerototan telah terjadi di ujung
masa jabatan Jokowi. Sekelompok orang bijak yang membantu kekuasaan Jokowi
bermoral baik yang disebut Aristokrasi sudah merosot menjadi kelompok penjahat
yang mengendalikan kekuasaan dengan sewenang-wenang dan eksploitatif yang
disebut Oligarki.
Demikian
juga dengan demokrasi yang membawa
Jokowi ke tampuk kepemimpinan kini telah hilang dan bergeser menjadi dukungan buatan atau
bayaran berbalut relawan. Hakekatnya hal tersebut menurut Polybios bukan
demokrasi tetapi bentuk pemerosotannya yaitu okhlokrasi atau mobokrasi.
Kekuasaan kaum gerombolan.
Peristiwa
penggalangan GBK menunjukkan bahwa kekuasasn Jokowi sudah lemah sehingga
terpaksa harus membuat dukungan artifisial relawan. Kemana partai politik ? Sudah berlarian mencari posisi
masing-masing. Jokowi sudah dirasakan tidak penting dan layak untuk
ditinggalkan.
Jokowi
yang eksplisit mendukung rambut putih sesungguhnya berada di posisi lawan
bersama. PDIP bersama Puan nyaris berseberangan. Gerindra dengan Prabowo
menjadi korban tipu-tipu. Anies dan Partai Nasdem beserta Koalisi Perubahan
beradu semakin tajam. Nah KIB yang terdiri dari Golkar, PAN dan PPP tidak mudah
diarahkan apalagi dibayar untuk sekedar wadah bagi sang rambut putih.
Mobokrasi
Jokowi adalah bentuk frustrasi dan lumpuhnya akhir kekuasaan. Wajahnya mulai
berkerut memikirkan nasibnya sendiri. Bukan rakyatnya. Rakyat tidak pernah
merasakan diperhatikan selain sekedar menjadi korban dari bagi-bagi sembako
atau kaos bergambar Jokowi sendiri.
Selamat
menikmati usia senja dengan kulit dan kening berkerut. Wajah yang tidak cerah
adalah kegundahan dan cermin ketidakcerahan hati. Orang yang optimistik dan
bermasa depan wajahnya berseri-seri.
Rambut
putih tidak berhubungan dengan rakyat karena tidak sedikit rakyat yang membenci
pada orang yang berambut putih. Mungkin si rambut putih itu gemar berbohong dan
menyakiti rakyatnya. Rambut dapat menjadi alat menipu. Deceptive hair.
When the man angry in the giddy dust,
his hairs are turn white to decay---Kinsley Lee
Bandung, 27 Nopember 2022
Komentar
Posting Komentar