Akankah Jokowi Menjadi Musuh NKRI?
Disampaikan oleh Yusuf Blegur (Ketua Umum BroNies)
Sungguh
amoral jika belum pantas disebut biadab. Belum hilang ingatan publik dari kasus
Sambo di tubuh Polri. Belum selesai luka dan rasa sakit akibat tragedi
Kanjuruhan. Kini kekuasaan betingkah lagi dengan pengerahan massa relawan
dengan biaya besar dan tak bermanfaat di GBK. Sekedar menyampaikan capres
berambut putih dan syahwat perpanjangan
kekuasaan tiga periode, saat tanah
pemakaman korban gempa belum kering dan warga Cianjur diselimuti
penderitaan. Ini rezim, sepatutnya disebut
manusia atau apa ya?.
Dua
periode kepemimpinan Jokowi bukan hanya jauh dari harapan rakyat Indonesia.
Perilaku kekuasaan atas nama demokrasi dan konstitusi itu telah menampilkan tabiat otoriter dan
diktator secara terang-benderang. Kehancuran sistem dan rezim hipokrit secara
perlahan dan pasti berhasil membawa republik ini menuju negara gagal.
Pembangunan fisik yang mengabaikan studi kelayakan dan skala prioritas, hanya
menjadi kedok dari proyek rente, syahwat korup dan jebakan utang. Selain mangkrak, pembangunan pelbagai infra
struktur seperti jalan tol, kereta api cepat dan IKN menyebabkan terkurasnya
uang negara secara sia-sia hingga menyebabkan krisis ekonomi dan krisis
multidimensi. Kebutuhan pokok rakyat
seperti sembako, gas, listrik dan pelayanan publik lainnya, kalah
keutamaannya oleh ambisi proyek
mercusuar dan legacy yang muluk-muluk.
Sosok
pemimpin yang lemah dari segi kapasitas yang ditandai dengan ketiadaan visi
kenegaraan, mengandalkan tindakan represi dan bahkan merusak tatanan
nilai-nilai secara struktural dan kultural. Menyebabkan rezim yang berafiliasi
atau menjadi sub koordinat ideologi kapitalis dan komunis ini perlahan tapi
pasti telah menggerus sendiri keberadaan dan eksistensi Pancasila, UUD I945 dan
NKRI. Tak cukup membungkam demokrasi dan membelenggu konstitusi, kekuasaan
dengan tipikal Machiavellis itu seakan memiliki keharusan untuk meminggirkan
peran agama, khususnya Islam. Sebuah entitas sosial politik yang telah menjadi
peradaban dunia, pemilik saham terbesar kelahiran Indonesia sekaligus rakyat
mayoritas, harus terisolasi oleh sistem sekuler dan liberal yang dianut rezim.
Bengis terhadap oposisi, memenjarakan aktifis pergerakan dan ulama, menista
agama hingga terkesan tak segan-segan menganiaya dan membunuh rakyatnya
sendiri, sepertinya telah menjadi dan satu-satunya prestasi pemerintahan
dibawah komando Jokowi.
Kebohongan
demi kebohongan seiring perilaku
merampok uang negara dengan membabi-buta dan perilaku amoral ingin
memperpanjang kekuasaan hingga tiga periode. Tak mampu membuat para buzzer dan
influencer yang dibiayai APBN, meyakinkan rakyat hanya dengan memoles citra dan
kondite rezim. Pemerintah justru semakin menimbulkan pembelahan sosial dan
ancaman disintegrasi bangsa. Isu SARA berseliweran di tengah kemerosotan
ekonomi, pertentangan kelas dan ketimpangan sosial semakin melebar membuka
peluang musim kriminalitas dan kecenderungan "chaos" akibat ulah
penguasa. Potensi desktruktif benar-benar menganga di dalam negeri, bukan tidak
mungkin tak butuh waktu lama NKRI diselimuti tragedi yang berkepanjangan.
Jika
saja tak ada upaya yang mendesak untuk melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi
pada NKRI dengan pergantian rezim dan agenda perubahan. Maka beberapa hal yang
bisa dipastikan akan terjadi
destabilitas antara lain sebagai berikut:
Pertama, kondisi sosial ekonomi
antara kelompok orang kaya (the have) dan kelompok orang miskin (the have nots)
yang mengundang kecemburuan sosial dan ketimpangan sosial, akan merangsang
terjadinya amuk massa (collective behavior).
Kedua, konflik politik yang bermuatan konflik
horizontal dalam satu sistem politik yang berlaku seperti sekarang ini,
berdampak menimbulkan kepentingan yang berbeda sehingga memicu "internal
power struggle" di antara partai politik menjelang pemilu serentak tahun 2024.
Terlebih jika perpanjangan jabatan presiden tiga periode dipaksakan terjadi.
Ketiga, gagalnya penegakkan hukum
(law inforceman) dengan ketiadaan rasa keadilan hukum yang dirasakan rakyat selama ini, maka tidak
menutup kemungkinan hukum rimba yang terjadi di negeri Pancasila ini. Hanya
melalui kerusuhan, mungkin akan terjadi
perubahan dan rasa keadilan sosial di negeri ini.
Beberapa
kecenderungan tersebut yang sudah menjadi sinyalemen dan terlihat indikatornya,
begitu berbahaya meski hanya dari faktor
domestik. Lebih mengerikan lagi muncul dari faktor "conflict of
interest" dari luar negeri. Seperti apa yang telah dialami oleh Indonesia
sebagai negara merdeka namun dikuasai oleh bangsa asing dan aseng sejak silam
hingga saat ini. Seperti api dalam sekam, NKRI sepertinya hanya akan menunggu
waktu menjadi wilayah konflik secara nasional maupun internasional. Seakan
mengulang era perang dingin, posisi Indonesia yang potensial dari aspek
geografis, geostrategis dan geopolitis, pastinya akan menjadi seksi dan menarik
bagi kepentingan global.
Oleh
karena itu, kondisi obyektif dan subyektif akibat kegagalan mengurus negara
yang disebabkan oleh ketidakmampuan seorang presiden. Menjadikan Indonesia
semakin terpuruk dan terbelakang. Dibawah kepemimpinan Jokowi, rakyat lebih
banyak mengalami kemudharatan ketimbang kemaslahatan. Di dalam negeri, Jokowi
tak mampu menghadirkan kemakmuran dan rasa keadilan sosial buat seluruh rakyat
Indonesia. Di lain sisi lewat kebijakannya yang gegabah, Jokowi tersandera oleh
kepentingan luar negeri, terjebak utang yang berakibat kehilangan kehormatan,
harga diri dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia.
Sungguh,
tak bisa dibiarkan terus berlangsung lebih lama lagi. Meminjam istilah Bung
Karno, rakyat Indonesia butuh keberanian, butuh semangat dan butuh tekat untuk
menjebol dan membangun sistem
kolonialisme dan imperialisme modern baik oleh bsngsa asing maupun dari
bangsanya sendiri. Ketika trias politika dikuasai oligarki, tak ada pilihan
bagi bangsa Indonesia harus membangun
demokrasi yang kedaulatan rakyat sebenar-benarnya dapat diwujudkan. Entah
dengan jalan konstitusional, entah dengan jalan ekstra parlementer jika itu
memang dibutuhkan dan terasa urghens. Dengan "people power" yang
mengusung revolusi atau berharap perubahan konstitusional mengandalkan
demokrasi yang sakit, pseudo demokrasi.
Apapun
itu, rezim kekuasaan tak akan pernah
legowo melepaskan jabatannya. Perpanjangan jabatan tiga periode, menjadi bukti
hasrat rezim begitu tinggi melanjutkan dinasti kekuasaannya. Untuk menjajah,
menguasai dan memiliki Indonesia demi
kepentingan pribadi, kelompok dan golongannya semata. Tak peduli republik
diambang kehancuran, tak peduli NKRI akan terhapus dalam sejarah yang pernah
ada dan tercatat di dunia.
Dengan
penderitaan rakyat yang begitu hebat. Tak berdaya oleh wabah dan konspirasi
pandemi yang berlarut-larut. Di tengah negeri yang diliputi korupsi dan
kejahatan kemanusiaan. Mampukah rakyat Indonesia keluar dari krisis dan
berhasil melakukan restorasi. Kapankah akan terjadi transisi kekuasaan pada
rezim tirani?. Atau rakyat hanya bisa
pasrah menerima keadaan, kehilangan kemerdekaannya dan hidup dalam
penindasan. Perih dan teraniaya dijajah oleh bangsanya sendiri, rakyat kini
berhadapan langsung dengan rezim
kekuasaan yang dzolim. Rezim kekuasaan dimana cita-cita proklmasi kemerdekaan
dan amanat pendiri bangsa serta para pahlawan dikhianati. Rezim kekuasaan yang
oleh publik dinilai dinahkodai seorang
pemimpin boneka. Akankah Jokowi menjadi musuh NKRI?.
Wallahu
a'lam bishawab.
Dari pinggiran catatan labirin
kritis dan relung kesadaran perlawanan.
Bekasi Kota Patriot.
27 November 2022/3 Jumadil Awal.
DARI AWAL JD GUBERNUR RAKYAT DACH SELALU DIBOHONGIN.....
BalasHapusSAMPE SEKARANG JD PRESIDEN...MASA ALLAH TAMBAH JADI SAJA NGEBOHONGNYA....APA GA MALU YA...?!
INSYA ALLAH....
SEMUANYA AREAS KEHENDAK ALLAH SWT.
NANTI ALLAH SWT YG AKAN MEMBERSIHKAN.
Tapi kan rakyatnya juga yang seneng dibohongi..
BalasHapus, 😂🤣😂
Orang bodoh katoto loyo..... Orang sudah bodoh tak mumpuni ilmu dan kecerdasan..... Pikir dan prilakunya dirampas oleh kekuatan penjajah....
BalasHapus