Anies itu Fakta, Bukan Citra
Oleh: Yusuf Blegur (Ketua Umum BroNies)
Topeng tak hanya untuk
menutupi wajah. Topeng juga bisa dipakai menggelapkan jiwa dan raga. Etika dan
moralitas menguap, terbang terusir oleh kepalsuan diri. Seluruh tubuh dan ruhnya, tenggelam oleh
pesona dan kemolekan citra. Semu memang, meski terlihat indah sesaat. Tak
sekedar tanpa integritas, hadirnya juga tanpa kemanusiaan yang hakiki.
Angin kebencian dan
permusuhan terus menggelayuti kiprah Anies sebagai pemimpin yang terus
"flowering".
Seakan tak pernah surut
dari gelombang dendam sosial dan politik. Anies bersahaja dan bergeming
melewati badai isu, intrik dan fitnah yang ingin membunuh karakter
kepemimpinannya. Prestasinya diabaikan, penghargannya tak dinilai, begitulah
upaya menjegal Anies dibawa sampai ke kedengkian hati oleh lawan-lawan politiknya.
Amarah dan dengan disertai oleh perilaku jahat yang kuat korelasinya dengan
kekuasaan, tak pernah sepi dari perjalanan karir Anies. Asal bukan Anies dan kalau perlu Anies
harus disingkirkan dari dinamika politik, terutama dalam menghadapi pesta demokrasi
dalam pilpres 2024.
Namun sayang sungguh
sayang, upaya setengah mati dari konspirasi menyingkirkan Anies tak pernah
berbuah manis. Selalu kegagalan dan jalan buntu menjungkalkan Anies yang
dijumpai lawan politik, para pelaku
tabiat buruk manusia yang berkolaborasi dengan setan. Menjadi budak
kapitalis dan kacung komunis, gerombolan lingkaran dan sub koordinat rezim itu
dengan segala cara ingin menjatuhkan Anies. Sebuah hawa nafsu jahat
berbentuk sistem dengan sekumpulan
orang, yang tidak ingin Anies tampil sebagai pemimpin yang mencerahkan bagi
rakyat, negara dan bangsa serta agama.
Kenapa upaya membegal
Anies dengan pelbagai cara keji dan berbiaya mahal itu tak kunjung berhasil.
Jawabannya sederhana, selain didukung rakyat, Anies selalu tampil apa adanya. Dengan
kesederhanaan, ketulusan dan kejujuran dalam bertugas mengemban amanat rakyat.
Tentu saja dengan kerja keras dan kerja cerdas, yang dibekali qua intelektual
dan qua ideologi.
Sikap rendah hati,
terbuka dan egaliter juga menjadi penguat behavior cerdas dan santun yang
dimiliki Anies. Kenyataan-kenyataan itu yang tak terbantahkan dan tak bisa
dimanipulasi, oleh anasir kekuatan apapun yang tak ingin perubahan Indonesia
yang lebih baik dibawah kepemimpinan Anies.
Dengan tidak mengecilkan
dan "under estimate", kebanyakan sosok pemimpin lain yang ikut
memeriahkan kontestasi capres. Memang tak bisa ditutup-tutupi dan tidak bisa
disembunyikan, para politisi dan pejabat kompetitor Anies, kebanyakan sudah
tersandera bahkan hampir semuanya terbelenggu dalam dosa politik dan catatan
hitam sejarah. Ada yang terlibat skandal korupsi E-KTP, kasus Semen Mendem,
tragedi Wadas hingga kejahatan terhadap perusakan lingkungan dan komunitas. Mirisnya lagi,
capres-capres mentereng dan penuh gaya itu, juga sering terlibat dalam
pembajakan kostitusi, hingga berhubungan
gelap dengan korporasi hitam dan
mafia, serta pelbagai kejahatan
kemanusiaan lainnya. Betapapun populer dan eksentriknya bertingkah,
capres-capres yang sangat bergantung pada oligarki itu, sudah menjadi kartu
mati di mata rakyat. Betapapun uang berlimpah dan fasilitas menggiurkan
miliknya berupaya membeli demokrasi.
Mengapa hal itu terjadi
dan mengemuka menelanjangi pemimpin yang cenderung disebut boneka atau wayang
kekuasaan. Penilaiannya juga tidak terlalu rumit, mereka itu pemimpin palsu,
pemimpin yang lahir dari demokrasi kapitalistik dan transaksional. Mereka yang
membeli jabatan dengan uangnya, kemudian menghisap kekayaaan negara
sebesar-besarnya dengan menggunakan kekuasaannya. Uang yang membeli dan
membangun pencitraan yang sesungguhnya bertolak-belakang dengan realitas
dirinya. Harta dan kewenangannya mungkin bisa menjadi bengkel yang dapat
memperbaiki rupanya, tapi tak akan mampu mengobati dan menyembuhkan penyakit
pikiran dan hatinya. Tetap menjadi virus berbahaya bagi demokrasi yang sehat,
karena orientasi jahat dan distorsi kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Bagus
kemasannya sangat buruk isinya, begitulah karakter beberapa capres yang tidak
ada dalam figur Anies.
Sekali lagi, isi lebih
penting dan utama daripada kemasannya. Isi akan menemukan bentuknya, sebaliknya
kemasan yang akan mencari bentuknya. Tak ada kemasan tanpa isinya.Tak sekedar
baik di luar, namun bobrok di dalamnya. Menjual sesuatu yang menarik dan
menggoda, namun sejatinya penuh kepalsuan. Berbeda dengan figur Anies yang asli
dan genuin, figurnya merupakan fakta bukan citra. Kepribadian Anies yang
otentik, yang memiliki karakter dan integritas, jauh dari pencitraan. Ya, bukan
pencitraan yang selama ini bertebaran dalam wujud banyak pemimpin penuh janji
dan segudang kebohongan. Keji pula.
Dari
pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.
Bekasi
Kota Patriot.
31
Oktober 2022/5 Rabi'ul akhir 1444 H.
Komentar
Posting Komentar